PMK 134, kemana ya??

Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) mempertanyakan kejelasan sosialisasi pemerintah mengenai subsidi dana pembebasan bea masuk untuk angkutan dan pelayanan umum senilai Rp2 triliun.
Departemen Keuangan (Depkeu) pada 19 September mengeluarkan peraturan menteri keuangan (PMK) No.134/2008 tentang bea masuk ditanggung pemerintah atas impor barang dan bahan untuk memproduksi barang atau jasa guna kepentingan umum dan peningkatan daya saing industri sektor tertentu tahun anggaran 2008.
Aturan ini berlaku sampai dengan 31 Desember 2008, pelaku usaha masih belum tahu apakah batas waktu itu untuk pengajuan surat izin impor atau pengajuan proposal karena belum ada petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis hingga saat ini.
”Seluruh pelaku usaha sektor transportasi, laut, penyeberangan, dan udara telah mengajukan proposal sejak 7 Oktober, sekitar 28 hari dari keluarnya PMK. Kami sendiri baru mengetahui hal ini pertengahan November,” ujar Ketua Bidang Angkutan dan Prasarana Organda Rudy Tehamihardja, Senin (8/12).
Organda berterimakasih kepada pemerintah atas kebijakan ini, secara garis besar lebih dibandingkan dengan PMK sejenis pada 2005. Anehnya, lanjut Rudy, moda angkutan umum lainnya sudah mengajukan proposal subsidi bea masuk sejak 7 Oktober.
”Kami akan mengambil kesempatan ini, hanya ada sedikit kesulitan mengumpulkan kebutuhan seluruh anggota di tengah sempitnya sisa waktu hingga 31 Desember mendatang,” ujarnya.
Sebesar Rp1,05 triliun dari dana subsidi sebesar Rp2 triliun telah dialokasikan untuk moda transportasi angkutan penyeberangan, laut, udara, serta beberapa industri lain seperti pengolahan susu dan pembuatan botol infus.
Rudy menegaskan sisa dana sebesar Rp946 miliar akan dimanfaatkan dengan maksimal untuk pelaku usaha di bidang angkutan umum darat melalui Organda. Semua pelaku usaha yang memenuhi aturan boleh memanfaatkannya.
Organda menetapkan kriteria penerima kebijakan fiskal ini adalah sektor transportasi darat angkutan komersial yang menggunakan plat kuning, mulai dari angkutan antar kota antar provinsi (AKAP), angkutan kota, hingga angkutan pariwisata.
Pengusaha angkutan umum barang pelat kuning juga berhak memperoleh subsidi, mulai dari angkutan peti kemas, barang umum, hingga barang berbahaya. Terakhir, pengusaha angkutan umum perintis.
Pihaknya menargetkan beberapa barang yang menggunakan fasilitas seperti, pertama, kendaraan dalam bentuk complete build up (CBU) atau terurai (complete knock down/CKD) untuk angkutan orang dan barang yang belum di produksi di Indonesia.
Kedua, chassis bus dengan mesin terpasang dengan mesin piston pembakaran dengan nyala kompresi, atau mesin piston pembakaran dengan cetus api (benzine). Ketiga, angkutan barang berbahaya yang wajib memiliki persyaratan keamanan tinggi.
”Kami tidak bisa menjanjikan kepada seluruh anggota pengajuan ini bisa di terima. Angkutan darat berbeda dengan industri jasa transportasi udara dan laut yang secara rutin mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk,” tambah Rudy.
Penyeberangan
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Sjarifuddin Mallarangan mengaku belum mendengar subsidi senilai Rp103 miliar untuk pembebasan bea masuk suku cadang bagi kapal penyeberangan.
”Kami belum memperoleh informasi mengenai hal itu, mungkin langsung melalui perusahaan galangan kapal. Sejauh ini belum ada pembebasan bea masuk suku cadang,” ujarnya.
Pengamat Transportasi dari Pustral Universitas Gajah Mada (UGM) Danang Parikesit mengatakan setiap kebijakan pemerintah terkait subsidi datau insentif langsung lainnya sebaiknya disampaikan kepada seluruh operator dan masyarakat umum melalui media massa.
”Hal ini akan meringankan tugas pemerintah dalam mengawasi efektifitas program bantuan dan subsidi dan memperlihatkan transparansi penggunaan dana tersebut, jangan sampai hanya menguntungkan pihak tertentu,” ujarnya.Pada 2005, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis PMK baru diterbitkan beberapa hari sebelum masa berakhir aturan, sehingga praktis kebijakan tersebut tidak bisa digunakan karena aparat Bea dan Cukai di lapangan tidak tahu tata cara pelaksanaan kebijakan ini.