Gaji dan fasilitas yang diberikan dari
kantor ternyata bukan kunci utama untuk mempertahankan karyawan dan
mengharapkan mereka mengeluarkan kemampuan terbaik bagi perkembangan perusahaan.
Josua Iwan Wahyudi, Master Trainer EQ
Indonesia mengatakan kenyataan yang dibuktikan dengan serangkaian penelitian
telah membuktikan bahwa ternyata uang dan fasilitas bukanlah satu-satunya
alasan seseorang bertahan atau keluar dari perusahaan.
“Memang kedua faktor tersebut sering
menjadi alasan, namun bukan faktor utama yang mendorong karyawan keluar. Beban
emosional yang terlalu berat sehingga membuat stress ternyata menjadi faktor pendorong terbesar,”
ujarnya, hari ini.
Tingkat stress tinggi atau beban
emosional terlalu berat dapat terjadi karena dua penyebab, yaitu pekerjaan yang
berlebihan hingga mengganggu kehidupan personal dan lingkungan kerja yang tidak
lagi menyenangkan.
Ketidaknyamanan dengan lingkungan tidak
hanya terjadi akibat hubungan dengan atasan atau rekan kerja yang kurang cocok,
jenis pekerjaan juga mempengaruhi. Seorang karyawan tidak akan merasa
pekerjaannya terlalu banyak atau berat jika dia menyukainya.
Banyak perusahaan yang menerapkan sistem
rolling untuk melihat sejauh mana kemampuan
dan memberikan tantangan berbeda bagi karyawannya. Hal ini bisa dilakukan dalam
satu divisi yang sama atau antar divisi, namun tetap pertimbangkan minat setiap
pribadi.
Sebagai contoh seorang manajer redaksi
di perusahaan media massa, dia mungkin lebih cocok dipindahkan ke bagian
promosi atau public relations dibandingkan dengan pekerjaan terkait pemasaran.
Peningkatan kompetisi bisnis pada
akhirnya mendorong meningkatkan beban stres bagi para pekerja. Lembaga riset
dan pengembangan training kecerdasan emosi (EQ) Six Seconds, merilis hasil survey
mereka bahwa angka stres meningkat setiap tahunnya.
Hasil riset ComPsych Corporation
menyatakan bahwa 60% karyawan mengalami stres tingkat tinggi dan 33% menyatakan
mengalami stres namun masih bisa menanggungnya. Gejala stres terlihat dari
peningkatan frekuensi sakit kepala, gangguan pencernaan, hingga gangguan
periode menstruasi.
Josua menambahkan alasan kedua seseorang
keluar dari pekerjaannya adalah peningkatan karir karena di perusahaan yang ini
mandeg.
“Terlalu lama di posisi yang sama tanpa
pertambahan tantangan dan kesempatan promosi adalah alasan seseorang keluar dan
mencari taantangan baru di perusahaan lain,” ujarnya.
Gaji baru menjadi alasan ketiga
seseorang mencari pekerjaan lain. Setiap tahun gaji memang diproyeksikan meningkat, namun
kebutuhan juga terus naik. Perusahaan akhirnya harus mempertahankan karyawan dengan menciptakan
hubungan dan keterikatan emosional.
Beberapa orang tetap pindah perusahaan
meskipun tingkat stres, gaji, dan jabatan sama. Alasannya sederhana, karena
adanya keuntungan tambahan yang perpindahan tersebut seperti produk gratis yang
bisa dinikmati, kesempatan bertemu dengan orang yang lebih penting, hingga
perlindungan asuransi lebih lengkap.
Penyebab terbesar terakhir merupakan
waktu. Di kota besar hal ini menjadi komoditi langka.
Dengan berpindah di perusahaan yang
lokasinya lebih dekat dari rumah, atau waktu kerja fleksibel, seseorang bisa
mendapatkan lebih banyak waktu pribadi untuk mengembangkan diri, membangun
hubungan dengan keluarga, bahkan bisnis sampingan.
“Perusahaan perlu mengembangkan sistem
yang efektif agar karyawan bisa produktif dan efisien dengan waktu. Jangan
sampai memakan waktu pribadi mereka,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa paradigma karyawan
yang lembur lebih baik dari mereka yang tenggo
(jam kerja berakhir langsung pulang) saat ini sudah tidak bisa dipercaya lagi.
Lembur bisa berarti dua hal, karyawan melakukan
pekerjaan lebih, atau dia bekerja lambat sehingga butuh waktu lebih banyak.
Karyawan yang produktif dan efisien memiliki prioritas pekerjaan dan jadwal
pengerjaannya.