Sulitnya mencegah kecelakaan kereta

Kecelakaan kereta Juli-Agustus 2008
- 4 Juli: Tabrakan dua kereta api di Stasiun Sengon
-11 Juli: 2 Gerbong KA Cantik jurusan Surabaya-Jember terbakar
-16 Juli: KA Argojati jurusan Cirebon-Jakarta anjlok di Subang
-17 Juli: Kereta angkutan BBM anjlok di Ambengan-Ngaglik, Surabaya
-27 Juli: Kereta angkutan BBM jurusan Semarang-Solo anjlok
-12 Agt: Kereta rute Karawang-Jakarta anjok di Stasiun Tambun, Jakarta
-14 Agt: Kereta rusak anjlok di Pancoran Mas, Jakarta
-16 Agt: KA Babaranjang dan KA Limex Sriwijaya tabrakan di Lampung
Sumber: Ditjen Perkeretaapian Dephub, 2008


Bagai pungguk merindukan bulan. Pepatah ini agaknya cukup tepat untuk menggambarkan hasil kampanye PT Kereta Api (KA) bertajuk Roadmap to Zero Accident yang dicanangkan satu setengah tahun lalu. Kampanye itu sendiri untuk mengembalikan kepercayaan publik setelah banyak terjadi kecelakaan kereta.
Kenyataannya, selama periode kampanye tersebut hingga hari ini, hampir tidak ada semester yang dilalui PT KA tanpa terjadinya kereta anjlok atau kecelakaan. Penyebabnya beragam, tetapi as patah yang paling sering menjadi alasan.
Sepanjang tahun ini, tercatat puluhan kereta anjlok di berbagai daerah, mulai dari Jakarta, Surabaya, hingga wilayah Sumatra. Saking seringnya, tidak sedikit kejadian kereta anjlok yang luput dari pemberitaan media.
"Cuma anjlok kok, tidak ada korban jiwa dan gangguan perjalanan juga hanya sebentar," begitulah kalimat yang hampir selalu didengar para pewarta berita ketika ada kereta yang mengalami kecelakaan atau anjlok.
Sabtu lalu, kata-kata itu tidak keluar dalam keterangan ataupun pembicaraan dengan para petinggi dan juru bicara perusahaan negara tersebut. Setiap orang berkomentar untuk kepentingannya sendiri.
Pada hari itu, KA Babaranjang (kereta pengangkut barang) rute Tarakan-Tanjung Enim tertabrak KA Limex Sriwijaya (kereta penumpang) rute Kertapati-Tanjungkarang di emplasemen Stasiun Labuhan Ratu Km 18+100 di Kampung Baru, Lampung.
Saat kejadian, KA Babaranjang berada di jalur 2, tetapi KA Limek Sriwijaya masuk jalur KA Babaranjang sehingga terjadi tabrakan yang merenggut nyawa sebanyak tujuh orang penumpang.
Di Lampung, pemimpin PT KA, Mawardi, menyatakan kejadian tersebut bukan kesalahan manusia (human error), sedangkan di Jakarta para pejabat di Departemen Perhubungan meyakini hal tersebut murni kesalahan manusia.
Sehari pasca kecelakaan, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal dan Dirjen Perkeretaapian Wendy Aritenang menjelaskan kecelakaan itu diduga karena adanya miskomunikasi manajemen, bukan menyangkut permasalahan sarana dan prasarana.
Dirut PT KA Ronny Wahyudi sendiri lebih memilih memberikan keterangan mengenai pemberian santunan dibandingkan dengan memberi penjelasan kepada masyarakat mengenai faktor apa yang memicu terjadinya kecelakaan kereta.
Entah siapa yang benar, apakah kecelakaan diakibatkan masalah sarana dan prasarana atau human error. Mungkin publik harus menunggu hasil analisis dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Pada 17 Agustus 2008 atau sehari setelah terjadinya kecelakaan itu, KNKT mengirimkan satu tim yang beranggota lima orang ke Lampung untuk menyelidiki penyebab kecelakaan tersebut. Mereka diperkirakan kembali pada Rabu ini.
"Belum ada laporan dari penyidikan tim, mereka akan memberikan laporan sementara setelah pulang dari Lampung, Rabu," ujar Sekretaris KNKT Saptandri Widiyanto kepada Bisnis.
Kembali pada pepatah bagai pungguk merindukan bulan, kejadian anjlok saja sebenarnya bisa menjadi barometer kegagalan kampanye Roadmap to Zero Accident, apalagi tabrakan hingga mengambil korban jiwa.
Aksi turunnya semua jajaran direksi dan manajerial PT KA meninjau langsung ke setiap lintasan sepanjang Pulau Jawa, Sumatra, hingga Kalimantan pada akhir bulan lalu tampaknya juga tidak membawa hasil apa pun.
Saling tuding
Selama delapan bulan itu pula aksi saling tuding terus saja terjadi. Para pejabat dan karyawan PT KA mengeluh pemerintah tidak melakukan pembenahan sarana dan prasarana dengan baik.
Di sisi lain, Ditjen Perkeretaapian menilai kinerja dan pola manajemen PT KA jelek sehingga swasta perlu segera masuk menjadi operator untuk mendorong perusahaan BUMN itu melakukan perbaikan.
PT KA sebagai operator dan didukung oleh Ditjen Perkeretaapian Departemen Perhubungan yang selalu sibuk dengan proyek penyediaan sarana kereta api khususnya rel, seharusnya melakukan evaluasi jujur, tidak hanya saling tuding.
Kerja sama harus segera dilakukan dengan berpegang pada semangat melayani masyarakat karena kereta api adalah sarana angkutan publik yang tetap diperlukan. Apalagi masa angkutan Lebaran segera tiba.
Masyarakat pada dasarnya mencintai kereta api, walaupun banyak cacian atas manajemen yang buruk dan berusaha mencari alternatif moda angkutan lain.
Hal tersebut terjadi karena pelayanan kereta tidak kunjung memperlihatkan perbaikan, tidak sebanding dengan tarif yang terus naik.
"Saya sebagai orang luar yang kemudian masuk menjadi bagian direksi PT KA mengakui memang kondisi sarana dan prasarana di sini [PT KA] tidak baik," ujar Direktur Keuangan PT KA Ahmad Kuntjoro Hadiwidjoyo kepada Bisnis.
Kondisi sarana dan prasarana buruk karena sudah puluhan tahun tidak diperhatikan pemerintah. Salah satu contohnya, usia maksimal roda kereta yang seharusnya hanya tujuh tahun menjadi lumrah diperpanjang hingga 10 tahun.
Kebiasaan tersebut terus berlanjut walaupun kini segala anggaran terkait roda, rem, boogy, serta perbaikan sarana dan prasarana selalu disetujui demi keselamatan dan mencapai angka nol kecelakaan.
Dari sisi sumber daya manusia, Ahmad menilai sistem pelatihan di PT KA sudah baik tetapi kedisiplinan karyawan sangat buruk, termasuk masinis yang bertanggung jawab terhadap keselamatan penumpang.
"Standar operasional prosedur diabaikan, bahkan dari hal terkecil, hampir seluruh stasiun kereta api kamar mandinya bau dan jorok. Jadi bagaimana perusahaan bisa maju kalau mengurus kamar mandi saja masih belum bisa," tegasnya.