Perubahan jadwal di lintasan Padangbai-Lembar
Lama Baru
Waktu berlayar 4,5 jam 4 jam
Waktu bongkar muat 1 jam 20 menit 1 jam
Sumber, Gapasdap dan PT Indonesia Ferry
Oleh Fita Indah Maulani
Bisnis Indonesia
JAKARTA: PT Indonesia Ferry, sebagai pengelola pelabuhan penyeberangan mulai memperbaiki layanan di lintasan wilayah timur Indonesia salah satunya dengan memperbaiki jadwal perjalanan kapal.
Kebijakan tersebut ditentang keras oleh Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) karena dinilai merugikan pengusaha penyeberangan.
Indonesia Ferry memulai penataan di wilayah timur dengan memperbaiki layanan di lintasan Ketapang-Gilimanuk dan Lembar-Padangbai. Sebelum 31 Maret 2009, keempat pelabuhan itu akan diubah menjadi layaknya Pelabuhan Merak, seluruh sistem elektronik dan tanpa pungutan liar.
Direktur Utama PT Indonesia Ferry Bambang Soerjanto mengatakan pihaknya melakukan berbagai upaya perbaikan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Fasilitas disempurnakan dengan jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal lebih pasti dengan sistem elektronik. Tahun ini pihaknya telah mengalokasikan dana untuk membangun satu dermaga lagi di Pelabuhan Padangbai
“Selama ini wilayah timur Indonesia kurang tertangani dengan baik, termasuk pengaturan jadwal kapal yang tidak optimal sehingga masyarakat dirugikan,” ujarnya (20 Jan' 09).
Para pengguna kapal harus menunggu lama dengan banyaknya pungutan liar. Di sisi lain juga ada ketidakadilan sikap terhadap operator penyeberangan.
“Kami merevisi jadwal kapal untuk mencegah adanya satu hingga dua operator yang memonopoli dan menghambat kesempatan usaha bagi pengusaha lainnya,” ujarnya.
Dia menjelaskan pengaturan tersebut termasuk pada pemerataan jumlah kapal di pelabuhan. Selama ini kapal menumpuk di Pelabuhan Lembar, ketika ada penumpukan penumpang di Padangbai, mereka harus menunggu kapal datang hingga 4,5 jam.
Selama ini banyak kapal yang bersandar terlalu lama dan sengaja memperlambat waktu berlayar. Hal ini tidak efisien dan merugikan masyarakat.
Indonesia Ferry membagi keberadaan kapal menjadi dua, sembilan di Pelabuhan Lembar dan sembilan sisanya di Pelabuhan Padangbai. Jadwal keberangkatan diatur berurutan, kapal yang tidak sesuai jadwal akan langsung digantikan oleh urutan berikutnya.
“Di Lembar kami berusaha memberikan contoh, kapal Indonesia Ferry yang terlambat waktu tempuhnya terkena sanksi tidak memperoleh trip, jadwalnya langsung digantikan oleh kapal dibelakangnya,” ujarnya.
Lintasan Padangbai-Lembar saat ini dilayani oleh 18 kapal dengan jumlah operator sekitar 7 perusahaan. Perubahan jadwal menambah frekuensi keberangkatan kapal dari 17 trip menjadi 24 trip. Jadwal ini berlaku mulai Senin pagi.
Operator menolak
Langkah Indonesia Ferry tersebut memperoleh penolakan dari operator penyeberangan swasta yang mengatasnamakan Gapasdap. Mereka menolak adanya jadwal baru di lintasan Lembar-Padangbai.
Ketua Umum Gapasdap Sjarifuddin Mallarangan mengatakan pengaturan jadwal selama ini tidak ada masalah, PT Indonesia Ferry mengacaukannya.
“Pengusaha swasta di lintasan penyeberangan Lembar-Padangbai, Ketapang-Gilimanuk dan diikuti aksi simpati di lintasan lainnya seperti Merak-Bakauheni akan melakukan efisiensi operasi atau mogok mengoperasikan kapalnya,” ujarnya.
Gapasdap melaporkan kebijakan Indonesia Ferry mengubah jadwal perjalanan kapal di lintasan Padangbai-Lembar dan Ketapang-Gilimanuk yang dianggap bermasalah kepada Dirjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan.
Dalam laporannya, Gapasdap menyatakan bahwa PT Indonesia Ferry telah melanggar KM No.11/2002 tentang pelaksanaan kegiatan pemerintah di pelabuhan penyeberangan yang diusahakan, pada pasal 7 poin a dan b.
Pasal 7 poin a menyatakan pengaturan jadwal yang dilakukan oleh kepala cabang pelabuhan penyeberangan setempat berdasarkan atas persetujuan pengoperasian kapal angkutan penyeberangan pada lintas tersebut.
Poin b menyatakan pertimbangan pelayanan angkutan dan ketaatan terhadap jadwal yang telah ditetapkan sesuai jumlah trip per hari dan jumlah kapal yang diizinkan melayani lintas bersangkutan.
Sayangnya, Gapasdap mengabaikan poin c, di mana pengaturan jadwal berdasarkan pemerataan kesempatan untuk masing-masing perusahaan pelayaran yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan sesuai dengan persetujuan pengoperasian yang diberikan.
“Kami sudah menuruti keputusan penetapan tarif, sekarang jadwal dikacaukan sehingga menurunkan pendapatan,” ujarnya.
Bambang mempertanyakan apakah protes tersebut murni suara Gapasdap, karena sejauh ini Indonesia Ferry juga merupakan anggota organisasi tersebut.
“Perubahan ini untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua perusahaan pelayaran untuk berusaha di lintasan tersebut dan memberikan layanan lebih baik bagi masyarakat pengguna jasa,” ujar Bambang.
* berita ini diedit dan dimuat 21 Januari 2009
Lama Baru
Waktu berlayar 4,5 jam 4 jam
Waktu bongkar muat 1 jam 20 menit 1 jam
Sumber, Gapasdap dan PT Indonesia Ferry
Oleh Fita Indah Maulani
Bisnis Indonesia
JAKARTA: PT Indonesia Ferry, sebagai pengelola pelabuhan penyeberangan mulai memperbaiki layanan di lintasan wilayah timur Indonesia salah satunya dengan memperbaiki jadwal perjalanan kapal.
Kebijakan tersebut ditentang keras oleh Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) karena dinilai merugikan pengusaha penyeberangan.
Indonesia Ferry memulai penataan di wilayah timur dengan memperbaiki layanan di lintasan Ketapang-Gilimanuk dan Lembar-Padangbai. Sebelum 31 Maret 2009, keempat pelabuhan itu akan diubah menjadi layaknya Pelabuhan Merak, seluruh sistem elektronik dan tanpa pungutan liar.
Direktur Utama PT Indonesia Ferry Bambang Soerjanto mengatakan pihaknya melakukan berbagai upaya perbaikan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Fasilitas disempurnakan dengan jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal lebih pasti dengan sistem elektronik. Tahun ini pihaknya telah mengalokasikan dana untuk membangun satu dermaga lagi di Pelabuhan Padangbai
“Selama ini wilayah timur Indonesia kurang tertangani dengan baik, termasuk pengaturan jadwal kapal yang tidak optimal sehingga masyarakat dirugikan,” ujarnya (20 Jan' 09).
Para pengguna kapal harus menunggu lama dengan banyaknya pungutan liar. Di sisi lain juga ada ketidakadilan sikap terhadap operator penyeberangan.
“Kami merevisi jadwal kapal untuk mencegah adanya satu hingga dua operator yang memonopoli dan menghambat kesempatan usaha bagi pengusaha lainnya,” ujarnya.
Dia menjelaskan pengaturan tersebut termasuk pada pemerataan jumlah kapal di pelabuhan. Selama ini kapal menumpuk di Pelabuhan Lembar, ketika ada penumpukan penumpang di Padangbai, mereka harus menunggu kapal datang hingga 4,5 jam.
Selama ini banyak kapal yang bersandar terlalu lama dan sengaja memperlambat waktu berlayar. Hal ini tidak efisien dan merugikan masyarakat.
Indonesia Ferry membagi keberadaan kapal menjadi dua, sembilan di Pelabuhan Lembar dan sembilan sisanya di Pelabuhan Padangbai. Jadwal keberangkatan diatur berurutan, kapal yang tidak sesuai jadwal akan langsung digantikan oleh urutan berikutnya.
“Di Lembar kami berusaha memberikan contoh, kapal Indonesia Ferry yang terlambat waktu tempuhnya terkena sanksi tidak memperoleh trip, jadwalnya langsung digantikan oleh kapal dibelakangnya,” ujarnya.
Lintasan Padangbai-Lembar saat ini dilayani oleh 18 kapal dengan jumlah operator sekitar 7 perusahaan. Perubahan jadwal menambah frekuensi keberangkatan kapal dari 17 trip menjadi 24 trip. Jadwal ini berlaku mulai Senin pagi.
Operator menolak
Langkah Indonesia Ferry tersebut memperoleh penolakan dari operator penyeberangan swasta yang mengatasnamakan Gapasdap. Mereka menolak adanya jadwal baru di lintasan Lembar-Padangbai.
Ketua Umum Gapasdap Sjarifuddin Mallarangan mengatakan pengaturan jadwal selama ini tidak ada masalah, PT Indonesia Ferry mengacaukannya.
“Pengusaha swasta di lintasan penyeberangan Lembar-Padangbai, Ketapang-Gilimanuk dan diikuti aksi simpati di lintasan lainnya seperti Merak-Bakauheni akan melakukan efisiensi operasi atau mogok mengoperasikan kapalnya,” ujarnya.
Gapasdap melaporkan kebijakan Indonesia Ferry mengubah jadwal perjalanan kapal di lintasan Padangbai-Lembar dan Ketapang-Gilimanuk yang dianggap bermasalah kepada Dirjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan.
Dalam laporannya, Gapasdap menyatakan bahwa PT Indonesia Ferry telah melanggar KM No.11/2002 tentang pelaksanaan kegiatan pemerintah di pelabuhan penyeberangan yang diusahakan, pada pasal 7 poin a dan b.
Pasal 7 poin a menyatakan pengaturan jadwal yang dilakukan oleh kepala cabang pelabuhan penyeberangan setempat berdasarkan atas persetujuan pengoperasian kapal angkutan penyeberangan pada lintas tersebut.
Poin b menyatakan pertimbangan pelayanan angkutan dan ketaatan terhadap jadwal yang telah ditetapkan sesuai jumlah trip per hari dan jumlah kapal yang diizinkan melayani lintas bersangkutan.
Sayangnya, Gapasdap mengabaikan poin c, di mana pengaturan jadwal berdasarkan pemerataan kesempatan untuk masing-masing perusahaan pelayaran yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan sesuai dengan persetujuan pengoperasian yang diberikan.
“Kami sudah menuruti keputusan penetapan tarif, sekarang jadwal dikacaukan sehingga menurunkan pendapatan,” ujarnya.
Bambang mempertanyakan apakah protes tersebut murni suara Gapasdap, karena sejauh ini Indonesia Ferry juga merupakan anggota organisasi tersebut.
“Perubahan ini untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua perusahaan pelayaran untuk berusaha di lintasan tersebut dan memberikan layanan lebih baik bagi masyarakat pengguna jasa,” ujar Bambang.
* berita ini diedit dan dimuat 21 Januari 2009