Mengkambinghitamkan miskoordinasi

Permasalahan dan perbaikan yang dilakukan pada bidang transportasi darat yaitu jalan raya, penyeberangan dan kereta api di negeri ini sepanjang 2008 sebenarnya tidak berbeda dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Memang, ada sedikit perbaikan dilakukan untuk mengubah kondisi menjadi lebih baik, tapi secara keseluruhan hampir tidak ada perubahan berarti dalam memperbaiki situasi.
Global Competitiveness Report 2007-2008 mencatat Indonesia menempati peringkat ke 113 dalam hal kualitas jalan dan peringkat 62 untuk kualitas jalan (rel) kereta api dari 131 negara yang dinilai.
Peringkat tersebut memang menggambarkan kondisi sebenarnya. Rendahnya kualitas jalan di negara ini ditunjuk sebagai penyebab mahalnya biaya logistik. Beberapa departemen di pemerintah pun saling tuding menyalahkan atas kondisi tersebut.
Departemen Pekerjaan Umum (PU) menunjukan Departemen Perhubungan (Dephub) bertanggungjawab karena tingginya tingkat pelanggaran batas maksimal kelebihan muatan (tonase) di jalan raya diklaim menjadi penyebab jalan cepat rusak.
Dephub pun mengambil langkah dengan menargetkan tonase 0% diberlakukan akhir tahun ini, yang kemudian mundur menjadi awal tahun depan. Kebijakan tonase akhirnya diturunkan secara bertahap.
Kenyataannya, kebijakan ini sulit dilakukan karena fungsi jembatan timbang sebagai kontrol tonase beralih menjadi penyumbang anggaran pendapatan asli daerah (PAD) di hampir semua provinsi. Di balik restribusi, kelebihan muatan menjadi halal.
Para pengusaha angkutan darat (transporter) sebagai wakil pemilik barang mengaku hampir tidak pernah menurunkan muatannya truk yang melanggar tonase. Mereka cukup membayar denda sesuai nilai restribusi di tiap daerah.
Dirjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan Suroyo Alimoeso mengatakan pemerintah sudah berulang kali menegaskan bahwa jembatan timbang tidak boleh digunakan sebagai sumber PAD.
“Jumlah uang dari retribusi di jembatan timbang tidak sebanding dengan biaya perbaikan jalan yang rusak akibat kelebihan beban muatan kendaraan. Lebih baik ditutup saja jembatan timbangnya," ujarnya.
Masalah lain terjadi ketika maksimal beban kendaraan yang menyeberangan lintasan Merak-Bakauheni ditetapkan tidak boleh lebih dari 30 ton karena kekuatan maksimal jembatan hidrolik (moveable bridge) di Pelabuhan Merak hanya 30 ton.
Pembatasan tersebut berlaku beberapa bulan sebelum akhir tahun dan masih menjadi polemik hingga kini karena para transporter masih merasa dirugikan dengan adanya kebijakan itu.
Transporter dan pemilik barang tidak habis pikir kendaraan yang bisa melaju di jalan raya karena tidak melebih tonase, namun berbobot total lebih dari 30 ton, dilarang menyeberang karena terbatasnya kapasitas jembatan hidrolik. Apalagi, tidak semua dermaga di Merak memiliknya.
Dephub mengaku kebijakan itu diambil untuk melindungi moveable bridge PT Indonesia Ferry agar tidak cepat patah, hal tersebut merupakan kebijakan operator pelabuhan sesuai KM 28/2008. Sementara itu, PT Indonesia Ferry menjelaskan jembatan hidrolik yang ada saat ini pengadaannya dilakukan oleh pemerintah.
Melihat kebijakan lainnya, tahun ini pemerintah baru bisa memenuhi sekitar 76% atau 126 unit dari total kebutuhan armada bus untuk angkutan perintis di sejumlah daerah di Tanah Air sebanyak 166 unit akibat keterbatasan dana.
Beberapa perubahan terjadi di perusahaan milik pemerintah (BUMN) operator moda transportasi darat dan penyeberangan. Pascakasus korupsi kapal senilai US$2,8 juta oleh PT ASDP, beberapa bulan kemudian perusahaan tersebut berganti wajah menjadi PT Indonesia Ferry.
Operator tunggal moda kereta api saat ini, PT Kereta Api (KA) melahirkan dua anak perusahaan, PT KA Commuter Jabodetabek khusus melayani penumpang di wilayah Jabodetabek dan PT KA Trans untuk angkutan batu bara produksi Perusahaan Tambang Batu Bara Bukit Asam (PTBA) Tbk.
Tarif angkutan
Polemik masalah tarif menjadi pembahasan tersendiri yang sangat marak sepanjang tahun. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) 28,7% Mei lalu dan sedikit penurunan di akhir tahun menjadi penyebabnya.
Mei lalu kenaikan tarif angkutan untuk semua moda angkutan darat rata-rata sebesar 15%-20% mulai dari angkutan umum bus kelas ekonomi, hingga taksi di semua daerah.
Kenaikan harga BBM Mei lalu juga sempat diikuti dengan ancaman mogok masal Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) menuntut lima hal seperti subsidi bahan bakar dan penghapusan pungutan liar.
“Ancaman mogok masal angkutan umum tidak akan terealisasikan karena tidak adanya kepastian sikap dari dalam organisasi,” ujar Ketua Angkutan dan Prasarana Organda Rudy Tehamihardja September lalu.
Penurunan harga BBM bulan ini membuat masyarakat menuntut adanya penurunan tarif angkutan umum. Sejauh ini, keinginan tersebut baru berlaku di beberapa daerah saja dan untuk angkutan umum kelas ekonomi, bukan taksi.
Pemerintah sendiri sudah mengumumkan tarif angkutan umum AKAP turun sebesar 5% mulai tahun depan, sementara angkutan umum perkotaan turun sekitar 3% sampai dengan 6%.
Para pengusaha angkutan sebagian besar tidak menyetujui penurunan tarif ini. Mereka mengkhawatirkan penurunan yang tidak dihitung dengan benar akan memperparah standar keselamatan moda transportasi darat.
Kecelakaan di moda transportasi darat menyebabkan kematian terbesar dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Program Roadmap to Zero Accident pun tidak bisa berjalan secepat harapan.
“Kecelakaan di moda darat, laut dan udara ada tendensi untuk menurun, tapi tingkat kesadaraan masyarakat belum menjadi satu dengan sistem keselamatan dan keamanan, atau kesadaran akan keselamatan masih belum membudaya,” ujar Menhub Jusman Syafii Djamal.
Penerapan hukum di lapangan untuk pengendara pribadi sangat penting. Pemerintah tidak dapat membatasi jumlah pengguna kendaraan pribadi, tapi kedisiplinan terhadap standar keselamatan akan diperketat.
Suroyo menambahkan penggunaan sepeda motor di India dan China lebih banyak dari Indonesia, tapi tingkat kecelakaan di sana jauh lebih kecil karena tingkat kesadaran masyarakat atas keselamatan luar biasa.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sejauh ini hanya melakukan penyidikan pada kecelakaan moda darat yang mengambil korban jiwa lebih dari delapan orang, atau terjadi berulang pada suatu merek kendaraan, di bagian tertentu dari kendaraan, dan tempat tertentu.
Selain kecelakaan di jalan raya, angka kecelakaan di kereta api juga masih tinggi. Data Dephub hingga November 2007 mencatat faktor kelalaian SDM sebagai penyebab kecelakaan mencapai 35% dari total angka kejadian, lebih besar dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 21%.
Penyebab kecelakaan KA terbesar pada 2007 adalah sarana KA, sebesar 30%. Saat itu dikatakan banyak sarana berupa kereta dan lokomotif yang usianya sudah melebih waktu maksimal pemakaian.
KNKT menuding belum dibuatnya prosedur tanggap darurat oleh PT KA menjadi penyebab terus berulangnya kecelakaan dengan penyebab atau lokasi yang sama. PT KA sendiri menuding belum jelasnya rencana sertifikasi oleh pemerintah menjadi penyebab hal ini. (maulani@gmail.com)