Cara ubah teknologi WiMax rugikan pemerintah dan industri


Pemerintah seharusnya melakukan tender ulang dalam mengubah teknologi WiMax dari tetap (16d) menjadi bergerak (16e) pada frekuensi 2,3GHz.
Gunawan Wibisono, Pengamat Telematika dari Universitas Indonesia mengatakan regulator seharusnya mengadakan tender ulang, bukan langsung memberikan restu operator pemenang untuk menggunakan teknologi 16e, padahal dokumen tendernya jelas lelang BWA teknologi WiMax 16d.
“Tunjukkan dahulu komitmen operator BWA dalam menggelar layanan sesuai dengan aturan dalam dokumen tender, perangkat 16d dengan tingkat kandungan dalam negeri yang sesuai. Sekarang jika diizinkan ke 16e apakah TKDN perangkatnya sudah sesuai, saya tidak yakin,” ujarnya, akhir pekan lalu.
Dia menjabarkan alasan teknologi 16d terlalu jauh tertinggal, kesulitan memperoleh perangkat, dan mahalnya harga perangkat yang digunakan para operator pemenang tender BWA selama ini agar regulator mengizinkan mereka beralih ke 16e belum dibuktikan.
Mayoritas operator BWA hanya berdiam diri, menunggu dan mendesak perubahan teknologi dari d ke e begitu dinyatakan keluar sebagai pemenang.
Gunawan meragukan implementasi WiMax 16e akan sukses, karena roll off  yang harus dikeluarkan operator juga tidak murah. Apalagi juga belum ada kepastian apakah para vendornya bisa memenuhi syarat TKDN yang ditentukan regulator.
“Regulator harus siap dituntut oleh operator lain yang telah membangun dengan 16d. Seharusnya mereka yang sudah komitmen diberikan insentif, bukan kalah dari operator yang menjadi kendaraan vendor asing jualan perangkat WiMax 16e,” ujarnya.
Johnny Swandi Sjam, Ketua Komite Tetap Infrastuktur dan Jasa Telekomunikasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengatakan pengusaha memerlukan kepastian hukum dan aturan yang jelas, termasuk di industri telekomunikasi karena menyangkut sumber daya terbatas, frekuensi.
“Untuk kasus ini, bagaimana dengan nasib operator yang sudah komitmen dan melakukan investasi, apakah tidak ada ganti rugi karena mereka pasti harus mengubah rencana bisnis kembali menyesuaikan keadaan pasar yang berubah,” ujarnya.
Harga sepihak
Dia menambahkan perlu ada roadmap teknologi yang jelas untuk mengoptimalisasikan penetrasi sumberdaya ini dalam memberikan layanan terbaik bagi masyarakat sekaligus menguntungkan industri dan regulator sendiri, termasuk aspek bisnis atau beban biaya frekuensi yang ditetapkan.
Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2,3GHz untuk keperluan layanan pita lebar nirkabel (wireless broadband) berbasis netral teknologi yang rencananya ditetapkan bulan depan dinilai hanya memberikan keuntungan pada operator pemenang 16d, pada lelang 2009.
Seorang sumber, pelaku industri telekomunikasi mengatakan jika tahu nantinya akan menjadi 16e pasti lebih banyak operator yang berani bidding dengan harga tinggi. Pada tender lalu banyak yang mengalah karena regulator tegas mengatakan untuk teknologi 16d.
“Banyak operator mundur tidak ikut tender atau gak berani nawar terlalu tinggi karena sudah tidak masuk hitungan bisnis. Kalau tau bisa diubah pasti nawar tinggi. Untuk 16e seharusnya regulator tender ulang, masa ini harga sudah ditetapkan,
Dia menambahkan jika regulator mau tender ulang, kesempatan Kementerian Kominfo menambah penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pasti lebih tinggi karena banyak operator berani menawar di atas harga penyesuaian pemerintah saat ini.
Gatot S. Dewa Broto, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo mengatakan sebagai regulator pihaknya menyadari jika setiap keputusan pasti tidak bisa memuaskan semua pihak.
“Kami sudah mengambil risiko dengan keputusan ini, termasuk bertanggungjawab dengan segala dampak yang akan dihasilkan,” ujarnya.