SEDOT PULSA: Bermain dalam sistem*


 Oktober 2011, mimpi buruk penyedia konten (content provider) dan operator telekomunikasi menjadi kenyataan. Kekesalan pelanggan pengguna layanan telekomunikasi terhadap layanan konten premium abal-abal bagai gunung berapi yang akhirnya meletus.

Kasus sedot pulsa yang selalu disebut para operator telekomunikasi sebagai bencana Tsunami ini sebenarnya tidak begitu saja terjadi, namun akumulasi dari kekesalan pelanggan selama berbulan-bulan.

Beragam keluhan sudah disampaikan sejak awal tahun lalu ketika operator mengubah nomor layanan SMS premium dari sebelumnya 4 digit nomor, menjadi *xxx*xx# dengan penawaran konten melalui sms broadcast, pop screen, dan UMB yang dinilai sangat menjebak.

Banyak penawaran konten premium yang akhirnya dianggap sebagai jebakan oleh pelanggan, salah satunya,“Selamat!! Anda memperoleh bonus pulsa 50.000, silahkan ketik *xxx*xx# untuk mengambil bonus pulsa Anda.”

Gaya lainnya, tiba-tiba muncul suatu penawaran pada layar ponsel dan tanpa disadari pengguna menekan ya, atau tombol yang menyatakan bahwa dia bersedia berlangganan.

Penyedia konten dan operator juga gencar mempromosikan layanan ring back tone (RBT) dengan memberikan promosi RBT gratis selama periode tertentu. Sayangnya, begitu periode promo habis, pulsa otomatis dipotong karena dianggap meneruskan berlangganan.

Kekesalan konsumen bertambah dengan banyaknya sms spam yang diterima hampir setiap hari, berisi berbagai penawaran, mulai dari penawaran kredit tanpa anggunan, travel, hingga obat kuat.

Hal tersebut merupakan dampak dari sms gratis alias sms bonus yang menjadi bagian dari program promosi operator telekomunikasi dalam menggaet pasar baru dan mempertahankan pelanggan mereka.

Program promo sms gratis yang kemudian diubah namanya menjadi sms bonus ini sudah marak sejak 2010 lalu dan sempat menuai protes dari operator lain yang tidak menawarkan hal serupa namun jaringannya menjadi penuh oleh kiriman sms karena promo ini.

Langkah antisipasi pun dilakukan dengan pemberlakukan interkoneksi. Sayangnya, regulasi tersebut baru berlaku Mei tahun ini sehingga operator yang semula tidak menawarkan promo sms bonus sudah melakukan hal serupa.

Ada permainan
Berbagai penawaran yang dilakukan penyedia konten bersama operator tersebut tidak hanya bersifat tricky, disinyalir juga ada permainan memanfaatkan sistem layanan value added services (VAS) yang belum mature layaknya layanan suara dan sms.

“Mayoritas pengaduan yang masuk kepada kami mengatakan tidak merasa Reg [registrasi layanan konten premium], baik RBT maupun konten berupa permainan, kuis, atau penawaran lainnya. Mereka mengaku hanya menerima sms penawaran dan mengabaikannya,” ujar anggota Badan Regulasi dan Telekomunikasi Indonesia Nonot Harsono kepada Bisnis, baru-baru ini.

BRTI juga memperoleh fakta bahwa banyak konten tidak jelas dan tidak layak untuk dibuat berlangganan. Dari total 194 content provider dengan total lebih dari 10.000 produk, sekitar 10% menawarkan hadiah, ada puluhan persen berisi kata GRATIS, padahal berbayar.

Anggota BRTI Heru Sutadi menambahkan pelanggan mengaku sulit berhenti berlangganan atau unreg. Banyak juga keluhan terjadi autoreg dimana pulsa mereka tiba-tiba terpotong untuk berlangganan konten tertentu tanpa pernah registrasi atau menjawab ‘Ya’.

Sumber Bisnis, bekerja di sebuah operator telekomunikasi mengaku ada skema permainan yang melibatkan oknum di operator dengan content provider. Penghasilan dari ngakalin sistem ini tidak masuk ke saku perusahaan.

Sebagai gambaran, satu layanan ditawarkan melalui sms broadcast kepada 50.000 nomor aktif, ada 10.000 nomor registrasi untuk berlangganan, namun yang aktif-registrasi dan terpotong pulsanya tiba-tiba membengkak hingga 25.000 nomor.

Pola permainan seperti ini diakui tidak hanya terjadi di satu operator telekomunikasi saja. Beberapa sumber Bisnis lainnya mengakui hal tersebut. Mereka mengatakan hal ini akan sulit dibuktikan jika data telah ‘dibersihkan’ oleh para oknum.

“Kasus sedot pulsa ini membuat mereka tidak bisa bergerak karena sekarang sangat ketat diawasi, dan pelanggan lebih kritis menyampaikan komplain. Beberapa operator juga mulai membenahi sistem,” ujarnya.

Anggota DPR Komisi I Roy Suryo menilai kesalahan pada kasus ini ada di semua pihak, regulasi sangat longgar, persaingan ketat antar operator, dan ulah kreatif CP memanfaatkan peluang.

“Tidak bisa hanya menyalahkan CP, karena akses konten tersebut bisa sampai ke masyarakat ada di tangan operator. BRTI seharusnya mengantisipasi da tidak membiarkan pelanggaran tersebut terjadi,” ujarnya.

Si kecil yang besar
Layanan premium yang masuk dalam kategori layanan VAS ini sebenarnya baru memberikan sumbangan kecil terhadap total pendapatan sebuah operator telekomunikasi, rata-rata 7% dari total revenue, namun bisnis ini memiliki peluang besar.

Seiring dengan tren penurunan pendapatan dari layanan suara dan SMS, layanan data dan VAS diyakini akan menjadi penopang bisnis operator di masa depan. Sebagai gambaran di Jepang, orang membaca komik dari ponsel dengan berlangganan konten.

Tsunami dari sedot pulsa diakui CEO PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) Rinaldi Firmansyah membuat potensi pendapatan operator pada kuartal akhir 2011 mengalami penurunan.

“Potensial lost Telkom, terdapat didalamnya Telkomsel dan Flexi dari layanan ini sekitar Rp400 miliar pada kuartal IV/2011,” ujarnya.

Hasnul Suhaimi, CEO PT XL Axiata Tbk mengaku potensial lost XL pada periode yang sama sekitar Rp200 miliar.

Division Head Public Relations PT Indosat Tbk, Djarot Handoko mengaku potensial lost pada periode yang sama sekitar 5%--7% dari total pendapatan bisnis seluler Indosat.

Sarwoto Atmosutarno, Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) mengaku penghentian sementara layanan konten premium oleh regulator berdampak pada penurunan pendapatan operator sebesar 1%--2%. 

*This is unedited version from my article post at Bisnis Indonesia,17 Januari 2011.