Blue Bird menghadapi kenaikan tarif BBM*

JAKARTA : Harga BBM belum juga naik, namun beberapa moda transportasi sudah mulai memberi isyarat akan melakukan penyesuaian tarif seiring kenaikan Juni mendatang.
Tentu saja, tidak seluruh moda transportasi bisa semerta-merta menaikkan tarif bersamaan dengan kenaikan harga BBM, taksi salah satunya. Selama masa waktu antara kenaikan bahan bakar dengan penyesuaian tarif, pengusaha perlu menyiapkan strategi khusus untuk bertahan.
Berikut dialog Bisnis dengan Purnomo Prawiro, Presiden Direktur Blue Bird Group, salah satu perusahaan taksi terbesar di Indonesia mengenai strategi menghadapi kenaikan harga BBM.

Bagaimana Blue Bird menyikapi kenaikan harga BBM mendatang?
Kami belum tahu berapa kenaikan pasti BBM, hanya asumsi sekitar 30% untuk bensin. Bagi kami pastinya tidak akan ada perubahan layanan, pendapatan pengemudi dan standar perawatan karena misi perusahaan ini jangka panjang bukan jangka pendek.
Kenaikan harga BBM pasti akan mempengaruhi keuangan karena pemasukan tetap, sementara pengeluaran naik, karena biaya bensin termasuk besar sehingga perusahaan yang akan berdarah-darah.
Tentu kami berharap organisasi pengusaha angkutan darat (Organda) akan segera meminta penyesuaian tarif, namun tarif bisa naik dalam hitungan hari ataupun bulan tergantung prosesnya.

Berapa lama daya tahan Blue Bird sampai dengan penyesuaian tarif?
Hanya beberapa bulan saja, jadi mesti disesuaikan karena ketika harga bensin naik. Kami mengimbangi gaji karyawan dengan kenaikan harga BBM karena seluruh biaya transport pasti akan naik.
Di Blue Bird, jangan lihat dari dampak pada pendapatan perusahaan, namun kami juga langsung menyesuiakan pendapatan karyawan kita di level bawah. Level atas sih daya tahannya lebih besar, lemaknya lebih banyak.
Bagi karyawan level bawah, begitu biaya transportasi naik, akan langsung terasa akibatnya pada anggaran bulanan yang membengkak dan mengurangi dana anggaran lain, padahal harga makanan juga naik.

Ada kajian untuk menggunakan energi alternatif lain?
Sebetulnya sekarang sudah lebih dari 20 armada lebih yang menggunakan pake elpiji liquid khusus untuk kendaraan. Kemungkinan pengembangan berikulnya untuk bahan bakar gas (BBG). Jadi gas yang digunakan ada dua macem, BBG dan compressed natural gas (CNG).

Kesulitan apa yang dihadapi dalam penggunaan bahan bakar gas?
Satu yang paling penting komitmen pemerintah harus jelas untuk penyediaan gas tersebut. Kemarin saya masih ketemu satu pejabat di bidang pertambangan dan mempertanyakan sekarang ada kebijakan angkutan umum harus pake gas, tapi di Sumatera Utara banyak perusahaan dan pabrik tutup akibat tidak ada gas.
Alasan dia, Sumatera Utara tidak ada angkutan kapalnya. Tentu saja sebagai orang awam menilai hal tersebut sebagai bentuk tidak konsistennya pemerintah.
Blue Bird sudah mencoba menggunakan CNG sejak tahun 80-an sampai membuat pom bensin khusus, namun tapi dalam kurun waktu tertentu suplai terganggu dan timbul masalah, harganya dinaikkan hingga menyerupai bensin. Kalau harga CNG hanya beda 10% dari bensin ya pengusaha lebih milih pake bensin. Apalagi pom gas sangat terbatas, kapasitas bagasi taksi berkurang karena ada tabung, dan harus mengisi dua kali sehari karena jarak tempuh relatif terbatas.

Jadi belum ada rencana menambah armada berbahan bakar gas?
Tergantung kebijakan pemerintah mengenai harga BBM dan harga gas, jadi pengisian untuk elpiji mobil hanya ada di Bintaro, jadi hanya di sana kami bisa coba.
Kalau berhasil liat dulu sejauh mana pembangunan infrastruktur berupa tempat pengisian bahan bakar dan perbedaaan harganya dengan bensin. Jika nilai ekonomisnya lebih, tanpa perlu di suruh pengusaha pasti beralih ke gas.

Adakah alternatif lainnya dalam menyikapi kenaikan harga BBM?
Kami melakukan penghematan seiring kenaikan harga bensin, penggunaan gas hanya salah satu alternatif. Sekarang pengemudi dilatih untuk berjalan dengan bahan bakar hemat, istilahnya economical driving.
Rata-rata penggunaan seliter bahan bakar harus cukup untuk 12 kilometer, ketika pengemudi lebih boros langsung dipanggil untuk diberi pelatihan sampai mencapai standar penggunaan bahan bakar. Kami sudah memiliki alat untuk memantau hal tersebut.
Banyak aktivitas yang bisa mengakibatkan pemborosan bahan bakar seperti ngegas di lampu merah, kopling selalu diinjak, mesin tidak langsung dimatikan ketika berhenti.
Kami juga melatih pengemudi untuk orientasi terarah agar kilometer isi semakin tinggi. Standar isian harus 60%, karena setiap mobil jalan dengan atau tanpa penumpang bensin tetap keluar, jadi diusahakan setiap berjalan mobil ada penumpang.
Untuk mendukung hal tersebut tahun ini kami memesan lebih dari 1.000 global positioning system (GPS) yang akan dipasangkan pada armada menambah 4.000 yang telah terpasang, dengan GPS armada bisa datang lebih cepat karena dengan sistem ini unit terdekat yang akan terkirim jika ada pesanan.
Keuntungannya pengemudi tidak perlu keliling dalam keadaan kosong dan penumpang pun bisa memperoleh pelayanan cepat. Pangkalan juga terus dikembangkan agar dekat dengan pelayanan sekaligus terjadi penghematan dari pihak kita. Jadi penumpang, pengemudi, dan perusahaan happy.

Apakah ada rencana rasionalisasi pengemudi?
Blue Bird harus teteap hidup, mau bensin naik berapa pun. Pemegang saham gampang tinggal jual perusahaan terus lari ke luar negeri, namun mengingat 25.000 karyawan makan dari kami, kita tidak bisa kayak gitu.
Pada 1998 dan 2005 kami tidak memberhentikan karyawan khususnya pengemudi karena penghematan dan tahun ini pun targetnya sama.

Pewawancara. Fita Indah Maulani


*full version